Bak Mati Suri, ‘Hantu’ Polio Muncul Lagi di Indonesia
Satu dekade lalu, Indonesia ditetapkan sebagai salah satu dari 11 negara South East Asia Regional Office (SEARO) yang berhasil menerima Sertifikat Bebas Polio dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Meskipun sudah mendapatkan Sertifikat Bebas Polio pada 2014, Indonesia ternyata masih dihantui oleh virus yang sangat menular dan dapat menyebabkan kelumpuhan permanen ini pada 2024.
Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), Jawa Tengah dan Jawa Timur telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat polio sejak 29 Desember 2023 lalu. Hal ini menandakan https://38.180.14.226/ bahwa kondisi Indonesia terkait polio kembali “gawat darurat”.
Sebenarnya, apa penyebab kasus polio “muncul lagi” di Indonesia?
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, dr. Maxi Rein Rondonuwu, memperoleh Sertifikat Bebas Polio bukan berarti Indonesia langsung bebas dari risiko penularan polio.
dr. Maxi mengatakan bahwa tidak hanya Indonesia, hingga saat ini masih ada negara endemis dan negara lainnya yang melaporkan adanya kasus polio baru. Ia menyebut, kasus ini didorong oleh beberapa faktor.
“Bebas polio sekali lagi bukan berarti bebas risiko penularan polio,” tegas dr. Maxi dalam konferensi pers daring, Jumat (12/1/2024).
“Seperti yang saya katakan tadi, yang kita beri OPV (imunisasi polio tetes) yang tipe 2 itu bisa masuk pencernaan. Karena itu dia cuma virus yang dilemahkan, dia keluar lagi, dia bisa mutasi beberapa kali, dan itu bisa menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi polio,” imbuhnya.
Masih terkait munculnya kasus polio di masa kini, dr. Maxi menyoroti kondisi Indonesia yang masih memiliki lingkungan tercemar mengandung virus polio dan perilaku masyarakat RI yang masih buang air besar (BAB) sembarangan.
“Polio ditularkan pada lingkungan yang tercemar, terutama kalau tidak menggunakan air yang bersih dan masih memanfaatkan air di belakang rumah,” jelas dr. Maxi.
“Sekalipun sudah ada punya toilet, tapi buangnya banyak ke sungai, apalagi kalau yang dilakukan itu buang air besar sembarangan. Saya kira itu di Indonesia masih banyak dilakukan. Virus itu dapat bertahan hidup selama berapa waktu di tanah dan air,” lanjutnya.
Benarkah vaksin polio tidak ampuh mengatasi polio?
Akibat kasus polio di Indonesia kembali muncul, beberapa pihak dari belahan masyarakat menyebut bahwa vaksin polio tidak mampu memberikan kekebalan terhadap anak di bawah usia di empat bulan.
Sebagai informasi, anak direkomendasikan untuk menerima OPV 1 pada usia satu bulan, OPV 2 di usia dua bulan, OPV 3 di usia tiga bulan, OPV 4 serta vaksin polio suntik (IPV) 1 di usia empat bulan, dan IPV 2 di usia sembilan bulan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari Sp.A(K), M.TropPaed menegaskan bahwa penilaian tersebut tidak benar.
Prof. Hinky menekankan, pemberian imunisasi atau vaksin polio justru direkomendasikan sejak dini karena mampu memberikan perlindungan terhadap bayi dari risiko polio.
“Itu menyesatkan sekali bahwa anak di bawah usia empat bulan tidak memberikan kekebalan. Justru, dibutuhkan pada masa itu,” ujar Prof. Hinky dalam kesempatan yang sama.
“Justru vaksin dibutuhkan masa dini, memberikan perlindungan pada bayi agar fase dilewatkan dengan aman. Jangan sampai anak cacat dan tidak optimal tumbuh kembangnya,” tambahnya.
Update Kasus Polio di Indonesia
Pada November dan Desember lalu Kemenkes RI menemukan tiga kasus lumpuh layu akut atau Acute Flaccid Paralysis (AFP) akibat virus Polio Tipe 2 di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Menurut laporan Kemenkes RI, kasus lumpuh layu akut pertama dialami oleh anak perempuan berusia 6 tahun (NH) di Klaten, Jawa Tengah. NH mengalami lumpuh layu akut pada 20 November 2023 dengan riwayat OPV hanya dua kali.
Lalu, kasus kedua dialami oleh anak laki-laki berusia 1 tahun (MAF) di Pamekasan, Jawa Timur. MAF mengalami lumpuh pada 22 November 2023 dengan riwayat imunisasi lengkap, tapi hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ia mengalami malnutrisi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium Rujukan Polio Nasional BBLK Surabaya dan hasil sekuensing dari Laboratorium Bio Farma Bandung pada 20 dan 22 Desember 2023, NH dan MAF positif virus Polio Tipe 2.
Terakhir, kasus lumpuh layu akut dialami anak laki-laki berusia 3 tahun 1 bulan (MAM) yang berdomisili di Sampang, Madura, Jawa Timur. MAM mengalami lumpuh pada 6 Desember 2023 dengan riwayat OPV empat kali dan polio suntik (IPV) satu kali. Hasil pemeriksaan pun menunjukkan bahwa MAM positif virus Polio Tipe 2.
Menurut dr. Maxi, ketiga anak tersebut sudah dirawat di rumah masing-masing dengan kondisi membaik. Namun, ketiganya mengalami cacat permanen akibat virus Polio Tipe dua.
dr. Maxi mengatakan, kelumpuhan permanen bisa terjadi karena virus Polio menyerang sistem saraf sehingga otot anggota gerak tubuh lumpuh. Dengan demikian, ketiga pasien anak memerlukan rehabilitasi lebih lanjut.
“Virus ini bisa sembuh sendiri, tapi cacatnya cacat permanen,” kata dr. Maxi.
Tidak hanya ketiga kasus tersebut, Kemenkes RI juga menemukan sembilan kasus polio pada anak di Sampang berdasarkan surveilans AFP terhadap 30 anak. Pengamatan itu dilakukan setelah penemuan kasus MAM.
Namun, Kemenkes RI mengatakan bahwa sembilan kasus di Jawa Timur tersebut belum mengalami gejala. Guna mencegah potensi lumpuh layu akut, sembilan kasus tersebut diberikan imunisasi tambahan.
“Di Sampang sudah keluar hasil dari 30 anak, yang sudah keluar hasilnya 22 sampel, sudah terdeteksi sembilan positif. Sekalipun mereka belum ada gejala, itu coba diintervensi dengan imunisasi tambahan,” kata dr. Maxi.
Selain di Sampang, daerah lain yang mencatat temuan kasus lumpuh layu akut, seperti Pamekasan dan Klaten juga dilakukan surveilans serupa. Namun, belum ada hasil surveilans yang dilaporkan.